Sastra Menggeliat di Desa Bajo, Kendal Jawa Tengah di tangan seorang Heri Chandra Santosa dan Sigit Susanto

 8 Oktober 2023/04.34

Mengenalkan bacaan sejak dini

Jarang sekali melihat anak-anak jaman sekarang tekun asyik membaca buku dan mengkaji sebuah isi buku. Jaman sudah banyak berbeda. Dahulu, semua berasal dari buku, buku adalah dewa ilmu pengetahuan, tetapi sejak gadget muncul, aplikasi bernama Google, wikipedia muncul, informasi jadi lebih mudah di akses, tidak hanya dengan membaca buku. Dengan sekali ketik kata kunci, apa yang sedang diinginkan akan terbuka, dan membantu kita untuk dapat mengetahuhi apa yang terjadi di belahan dunia lain. Informasi juga mudah sekali untuk di dapatkan, karena berita akan hadir dalam hitungan detik setelah peristiwa di sebuah tempat.

Hal ini, ada baik dan kurang baiknya. Kurang baiknya, anak jadi malas membaca buku, dan lebih suka mencari referensi dari google, padahal ada kalanya informasi dari mesin pencari ini kurang valid. Waktu jaman aku kuliah, semua referensi harus dari buku. Saat membuat proposal penelitian, skripsi, semua harus berdasarkan buku. Sehingga aku jadi lumayan rajin ke perpustakaan untuk meminjam buku sehingga referensi untuk tugasku terpenuhi.

Sebelum ada gawai juga aku lumayan suka membaca buku, walaupun buku yang sering aku baca dengan teman-temanku tergolong ringan, komik waktu SD, dan menjadi lebih kompleks saat SMA dan kuliah, kami beranjak ke Novel. Dulu, setiap pergi ke Gramedia atau mengunjungi perpustakaan rasanya seperti ada di surga, bahkan aku pernah menggelontorkan uang sampai 3 juta hanya untuk membeli buku, yang tak jarang masih di plastikin sampai sekarang. 

Tapi ada nostalgia tersendiri, dibandingkan membaca novel di gawai. Harum buku yang keluar dari kertas nya itu bagaikan wangi surga  buatku, bahkan aku sempat memiliki perpustakaan satu lemari, yang aku tulis tanda layaknya perpustakaan pada umumnya. Dulu juga banyak tempat penyewaan buku komik atau bacaan novel. Sekarang semua bisa di download di aplikasi, lagi-lagi gawai mendominasi. Kegiatan tulis menulis juga sudah mulai banyak daring atau online, jarang sekali pengunjung toko buku, atau bahkan melihat anak muda jaman sekarang membaca buku.

Melihat Heri Chandra Susanto memberdayakan sastra di desa Bajo, Kendal Jawa Tengah membuat aku bangga, karena dia bisa membangkitkan kembali geliat sastra di kalangan anak muda. Kegiatan membaca bagi anak memang sudah mulai berkurang. Mereka lebih banyak melihat gawai dan asyik menonton video pendek, sehingga tidak jarang informasi yang di dapat hanya setengah  saja.

Waktu masih mengajar di TK dan SD salah satu sekolah di Jakarta, kami para guru diberi ilmu tingkatan anak membaca. Usia 3-5 tahun, lebih banyak gambar daripada tulisan, semakin tinggi usia maka tulisan dalam sebuha buku menjadi lebih banyak gambar menjadi lebih sedikit, bahkan nanti di usia belasan anak sudah diperbolehkan untuk membaca dalam jumlah banyak. Aku suka sekolah tempat terakhirku mengajar, karena anak-anak di ajak menyukai buku sejak dini. Sejak anak sekolah PAUD mereka sudah diperkenalkan dengan buku cerita. Setiap hari setiap anak wajib membawa pulang sebuah buku untuk dibacakan orangtua di rumahnya, kemudian anak diminta untuk menuliskan kembali isi cerita yang dia dengar di jurnal buku.

Efeknya sangat baik, anak jadi mudah membaca dan memiliki daya imaginasi yang baik serta melatih cara berlogika dan juga membuat akhlaknya lebih baik, karena ada tokoh baik yang bisa diajarkan saat membacakan buku kepada anak. Selain itu kegiatan ini membantu anak memiliki kosakata yang lebih banyak, sehingga anak siap untuk mulai menulis dan membaca.

Heri dan Sigit merupakan pahlawan sastra Desa Bajo yang mengajak warga di desanya untuk bisa lebih melek sastra dan budaya. Mereka berdua membentuk komunitas bernama Komunitas Lereng Medini(KLM), sebuah komunitas yang memberikan ruang bagi pelajar desa, belajar sastra dan budaya di Kecamatan Boja, Kendal, Jawa Tengah.

Lokasi tidak menghalangi mereka untuk suka membaca dan mempelajari sastra dan Budaya

Heri adalah jurnalis dan alumni Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang. Adapun Sigit adalah pegiat kesusastraan asal Boja yang juga moderator milis “Apresiasi Sastra”, yang kini bermukim di Swiss. Komunitas Lereng Medini berdiri pada 2008. Nama Medini adalah nama pegunungan yang melatari kawasan Boja, sehingga komunitas nya dinamakan Komunitas Lereng Medini, karena lokasinya berada di lereng pegunungan Medini. 

Langkah membangun komunitas ini, didahului dengan membuka perpustakaan gratis 23 “Pondok Maos” pada 2006. Perpustakaan ini memanfaatkan rumah Sigit di Jalan Raya Bebengan 221, Desa Bebengan, Boja. Koleksi bukunya sebagian besar adalah karya sastra, baik sastra Indonesia maupun asing. “Sebelum belajar sastra, kita perkenalkan mereka dengan bacaan,” kata Heri. Selain melakukan kajian sastra, anggota KLM juga membentuk kelompok baca, dengan membaca bersama-sama.

Heri, Sigit dan teman-temannya benar-benar serius mengajak anak-anak di Desa Bajo yang letaknya ada di 24 kilometer barat daya Semarang, untuk menekuni sastra. Tidak hanya sastra yang ada di Indonesia teapi juga sastra luar negeri. Komunitas ini tidak hanya mendirikan perpustakaan gratis dan melakukan kegiatan rutin dalam membaca bersama dan membahas sastra, tetapi juga mengundang sastrawan lokal asal Semarang untuk memotivasi anak-anak desa Bajo dalam menulis sebuah sastra. mengenalkan bahwa kebudayaan suatu lokasi bisa dikenalkan melalui karya sastra yang di tulis.

Komunitas Lereng Medini juga mengadakan talkshow dengan penulis lokal untuk menginspirasi penulis pemula

Acara yang di gagas Komunitas Lereng Medini tidak membosankan, tapi tergolong kreatif, karena selain membahas sastra  anggota komunnitas dan para tamu juga sesekali diajak wisata sastra di kebun buah Medini.Heri dan teman-temannya tidak hanya sampai di membuat komunitas yang memberdayakan anak Desa Bajo untuk mengenal sastra , tetapi juga mengadakan banyak event, salah satunya Kendal Novel Award yang hadiah nya unik, dan menginspiratif. 

Keren2 pemenang  Kendal Novel Award.

Hadiah untuk para penulis Terbaik dari Kendal Novel Award  ini terinspirasi dari  Sigit Susanto, salah satu juri yang juga penggagas KNA. Tema  Kendal Novel Award terinspirasi dari dua cerita fabel, novelet Metamorfosis karya Franz Kafka dan novel Animal Farm karya George Orwell. 

Dalam novelnya, Kafka menjelaskan, alasan ia mengangkat tema fabel. Kafka yakini bahwa hubungan antarmanusia semakin terpenjarakan. Satu sama yang lain tidak saling mendekat, sebaliknya justru menjauh. Untuk itu manusia ada kerinduan berdekatan dengan binatang. Jika Kafka mengubah tokoh Gregor Samsa menjadi kecoak raksasa, sebaliknya Orwell membuat cerita binatang-binatang itu berbicara satu sama yang lain, bahkan mengajak memberontak kepada majikannya yang sebagai manusia.

Berangkat dari dua cerita fiksi sastrawan dunia itu, Beri dan Sigit injngin  benar-benar binatang itu hadir secara riil sebagai kenang-kenangan kepada para pemenang  Kendal Novel  Award tahun 2022 ini. Diharapkan tradisi memberikan hadiah berupa binatang itu akan terus dilanjutkan sampai di masa-masa yang akan datang.

"Harapannya ke depan akan lahir banyak cerita fabel dan mencintai alam sekitar termasuk binatangnya,"Selain itu, Kendal merupakan wilayah tropis dan kaya dengan alam pertanian yang luas, tentu saja pakan binatang-binatang itu dengan mudahnya akan dicarikan di sekitarnya,” ungkap Heri.

Dari Kambing sampai bebek,semoga acara Kendal Novel Award ini bisa terus menginspirasi penulis di desa Boja
Sehingga hadiah yang diberikan untuk pemenang Kendal Novel Award adalah :Terbaik 1 mendapat hadiah Kambing Peranakan Etawa, plakat, paket buku dan kain, serta piagam; Terbaik 2 mendapat sepasang Kelinci, plakat, paket buku dan kain, serta piagam, Terbaik 3 mendapat sepasang ayam kampung, plakat, paket buku, dan kain, serta piagam. Sementara karya yang menarik Dewan Juri mendapat seekor bebek, plakat, paket buku, dan piagam. 

Acara Kendal Novel Award ini digelar sebagai upaya memberi ruang ekspresi, apresiasi serta motivasi bagi para penulis di Kabupaten Kendal. Sebagai ruang ekspresi sebab selama ini  masih minim  ajang unjuk karya sastra. Selama ini kalaupun ada, hanya di ruang sekolah. Kalaupun ada di tingkat regional maupun nasional, hadir hanya setahun  sekali. "Maka, hadirnya KNA ini harapannya bisa menjadi ajang ekspresi para penulis," ujarnya Heri.

Kendal Novel Award menurut Heri adalah  penghargaan bagi profesi penulis yang masih sangat sedikit. Bandingkan, misalnya dengan penghargaan bidang olahraga. Bukan maksud mereka membandingkan karena memang ini, dua hal berbeda. "Namun, setidaknya ranah kepenulisan, spesifik sastra, patut pula mendapat apresiasi. Karena ia juga profesi yang membanggakan," tutur peraih Satu Indonesia Award 2011 dan 2023 ini.

Terakhir, sebagai motivasi. Motif dalam menulis menjadi salah satu hal yang pokok bagi keberlanjutan seorang penulis. Terutama penulis pemula. Hadirkan KNA, harapannya, dapat menjadi satu motivasi bagi para penulis atau calon penulis. Bahwa ada penghargaan  untuk profesi penulis di lingkup kabupaten Kendal. "Sehingga mereka akan tersebut untuk meningkatkan kualitasnya. Mengasah kemampuan untuk melahirkan karya-karya  terbaik," ujarnya.

Baginya, pada Zaman Now ini banyak isu tentang peduli lingkungan, ekologi, dan mewaspadai perubahan iklim yang semakin tidak seimbang. Pihaknya berpikir, memberikan apresiasi atau hadiah tidak harus dengan uang dalam jumlah yang besar seperti sayembara-sayembara menulis yang digelar institusi Pemerintah ataupun swasta.

Semoga apa yang dilakukan oleh Heri dan teman-temannya dalam mengenalkan sastra dan budaya pada masyarakat desa Bajo dapat terus berlangsung hingga menjadi kegiatan rutin yang bisa diadopsi oleh pemerintah untuk melahirkan banyak sastrawan dan sastrawati di Indonesia, serta menjadikan warga Indonesia lebih melek literasi. Anak-anak bangsa lebih cerdas dalam mengkaji suatu informasi dan karya-karyanya dapat menginspirsi dan mengenalkan budaya Indonesia sampai ke mancanegara. Amiin.


 

Komentar