Kisah Isoman

 10 Juli 2021/09.34

A : Aku terkonfirmasi positif

B : Wah kamu harus isoman,biar gak nularin ke orang2.

C : Oke,aku dirumah aja.

Ini percakapan orang yang nurut,gimana dengan orang yang meng-ignore dirinya sakit. Merasa tidak  ada gejala sama sekali. Merasa dirinya sehat2 aja dan gak perlu asupan suplemen tambahan. 

Tadi pagi aku dengar berita soal mantan Asisten Rumah Tangga salah seorang artis Melaney Ricardo kabur dari Isomannya ( Isolasi Mandirinya). 

Hmmm,ada juga berita orang yang gak mau melakukan isolasi mandiri sampai gerung2 (nangis guling-guling) di dalam rumah. Ada apa ya dengan mereka?

Mungkin kah kita ini digembar-gemborkan sebagai negeri yang sangat tenggang rasa,tapi aslinya penduduknya egois,masa bodo dan gak peduli. Atau mungkin isi pikiran warga sudah terkontaminasi dengan banyak hal yang rekaan, bualan?

VIRUS itu emang ada. Terlepas dari apapun usaha elit global saat ini. Apakah dalam pikiran mereka isolasi mandiri sama dengan dipenjara? Jujur aku awalnya juga merasa seperti itu. Karena merasa sulit untuk melakukan apapun,pergerakan dibatasi hanya dalam rumah saja. Tapi,bukankah kita dikasih kemampuan untuk berpikir?

Orang yang tinggal dalam penjara saja bisa menulis buku,apalagi cuma isoman,masih boleh pegang ponsel. Kita cuma diminta untuk gak keluar rumah,stay for a while at home. Supaya virusnya gak kemana-mana.

Aku mau ajakin kamu buat berpikir seperti ini. Bagaimana kalau kita jadi pembawa virus yang menularkan ke orang lain? Bagaimana kalau kita terinfeksi? Kamu tahu gak seberapa cepatnya virus menyebar dalam tubuh kita,membaur diudara,menempel di benda mati sekitar kita tanpa kita tahu sejak kapan dia ada di situ,kecil gak keliatan,cuma dengan mikroskop dan alat bantu lainnya bisa terdeteksi.

Clean,setiap orang berusaha bersih,berusaha menjaga protokol kesehatan. Berusaha vaksinasi. Tapi virus itu masih ada. Siapa yang menyebarkan virusnya kita semua tahu,ini vitus dari Wuhan,tapi siapa yang mengijinkan virus ini berkeliaran? Yah our Lord, Allah SWT,Dia yang mengijinkan semua ini terjadi.

Isolasi mandiri. Adalah tindakan pencegahan bertemunya individu dalam kalangan luas tanpa terjejak. Isoman diharapkan bisa menurunkan kasus Covid-19 yang benar- benar unpredictable karena ini menginfeksi dengan cepat,bahkan banyak rumah sakit yang kepenuhan dan tidak menerima pasien lagi di IGD/UGD.

Kemarin temanku menanyakan kamar kosong untuk kakanya guru ngajinya,ku coba menghubungi teman SMU ku di RSUD Fatmawati,nihil,menurutnya di rumah sakit itu sudah kode hitam,alias IGD dan UGDnya sudah penuh dengan pasien terpapar Covid-19. 

Ku coba hubungi sepupuku di RS MMC katanya juga sama. Bahkan tadi pagi di Bandung ada berita pasien meninggal di parkiran atau diperjalanan karena Covid-19.  Ya allah ampuni kami yang sedang diberi ujian seperti ya allah.

Iseng aku buka tiktok Ningsih Tinampi bilang ini adalah ulah anak buah Dajjal sebentar lagi akan hadir Dajjal memberikan solusi. Ada juga video konspirasi yang mengatakan kalau Covid adalah Certificate of Vaccine ID. Tanpa vaksin kode tang akan di tato di setiap orang gak akan bisa bikin SIM/STNK dll.

Berita simpang siur seliweran. Beberapa orang masih merasa kalau Covid-19 itu gak nyata. Masih bisa bilang kalau penuhnya rumah sakit itu dibuat-buat. Semua yang kena Covid19 dibuat-buat sama pemerintah.

Hmm,pikir deh keuntungan pemerintah dimana ya dengan mempositifkan yang negatif Covid19. Keuntungan pemerintah dimana ya kalau bikin lockdown. Perekonomian jadi gak lancar,pariwisata,semua jadi terhenti. Semua segi usaha yang tadinya mulai berjalan lancar jadi gak rata. Bagi penjual yang gaptek,pandemi ini neraka. Bagi yang gak gaptek ini surga. 

Semua punya pikiran masing-masing. Ada yang berpikir wajib vaksin untuk Herd Immunity ada juga yang fanatik gak mau vaksin atau memang punya komorbid paten yang memang dilarang vaksin.

Dalam satu keluarga memahamkan yang benar sesuai teori saja sulit,karena memang isi kepala dan cara pikir nya gak sama walaupun satu keluarga. Belum lagi karena bahasa WA mengertinya jadi beda. Fiuh.

Lanjut cerita keluargaku yang kena Covid19  ya. Adikku,anaknya dan adik iparnya positif Covid19. Mereka Selasa depan selesai isoman. Keluargaku berbeda dengan orang-orang yang diceritakan diatas. Kami isoman,dikirimi banyak makanan oleh tetangga dan mencoba tetap terus bergerak dan berkarya. Kami sadar jika kami keluar rumah bisa jadi tertular atau menularkan. Awalnya anggota keluargaku gak pernah mikir kaya gitu sih,sumpah kasih pemahaman kaya gitu tuh butuh seminggu. Lelah aku memahamkan mereka seputaran menularkan dan ditularkan. Bagaimana dengan aku,aku berusaha betah di rumah aja,rasa takutku melebihi keinginanku keluar rumah. Sambil terus kirim artikel penguat pemahamanku. Selain itu aku mempengaruhi ibuku untuk menceritakan bagaimana sebenarnya yang terjadi. Mereka memang lebih percaya apa yang dikatakan ibuku,tapi ibu suka gak baca mendetail. Lebih memilih dijelaskan olehku,baru dengan bahasa yang sederhana dijelaskan ke anggota keluarga yang lain.

Isoman sudah mau selesai,muncul masalah baru. Adikku dan anaknya gak mau PCR lagi,mereka ketakutan kalau hasilnya bakalan positif. Adik iparku maunya swab antigen karena gak di cover kantor. Kesel sih,karena Adik iparku tinggal bareng sama orangtuaku nyepelein banget,sampe udah mau nyumbang buat dia PCR.

Aku share video dari halodoc di grup keluarga untuk jangan abai jika ada gejala Covid-19. Belum juga dibuka isi videonya adikku udah panik,kalap,marah2 merasa dianggap gak paham lah gak prokes lah,padahal isinya gak ada bahas soalan swab setelah isoman. Panjang lebar aku jelaskan soal PCR. Ada tautan thread dari tweetnya de. Jaka. Setelah aku berkonsultasi dengan grup blogger. Jadi virus itu akan terus terdeteksi sampai 3 bulan kedepan untuk yang sudah terkontaminasi virus Covid-19. Dokter menyarankan untuk swab antigen atau bikin surat sehat atau surat lepas pantau saja. Karena kalau PCR hasilnya pasti masih positif.

Hmmm,untuk urusan ini pun memahamkannya susah. Wajar sih kalau banyak warga Indonesia juga yang memiliki interpretasi berbeda.Tarik napas,buang,itu aja deh layaknya yang bisa kita atur sekarang. Yang lainnya berkembang liar seperti bola saju. Kita gak bisa menghentikan,tinggal tergantung gauknya sama siapa dan mengartikan kejadian ini seperti apa.

Isoman juga polemik baru. Bagi yang gak gaptek dan uang banyak,bisa belanja online dan transfer uang melalui atm online,bagaimana yang gak bisa dan tetangganya gak terlalu peduli. Hanya memberi sekedar satu kali yang kalau dihitung-hitung cuma bisa untuk makan satu hari satu anggota keluarga. Bahkan ada yang gak bilang lagi isoman. Yang lingkungan rtnya menyenangkan akan dapat banyak bantuan dari warga. Yang acuh,mau gak mau harus menyediakan sendiri. Iya kan? Hmm....

Disini yah sepertinya memang kita gak bisa bergantung pada orang tapi bergantung hanya pada Allah SWT. Sulit,tapi bisa. Karena pandemi ini,isoman ini tujuannya adalah kita kembali pada Nya,mendekat pada Nya.



Komentar