Dua Ribu Dua Puluh Lima

30 Desember 2020/ 09.38
Tahun 2025


Aku membuka lembaran terakhir buku Dan Brown, ada banyak teknologi baru ditemukan, pun setelah menonton film Korea  Start-up, semua hanya dengan satu jari apa yang diinginkan bisa diwujudkan. Ada perasaan ngeri saat aku membaca kalimat terakhir dalam buku itu. Buku petualangan profesor Langdon dalam mencari tahu soal hubungan agama dan sains yang membawa dia menjadi seorang atheis, ah sama dengan Nam Do San pemeran utama dalam film Start -Up yang tidak mempercayai adanya Tuhan.

" Dahlia, makan dulu yuk, Bunda udah masakin makanan kesukaan kamu tuh, ayam bakar favorit."
" Wah, Bunda beneran masak atau beli di Ayam Bakar Mbak Enok?"
"Haha, ketahuan yah, iya deh Bunda ngaku tadi beli, pake Grab."
" Makasih ya Bunda sayang."
"Iya."

Aku menyantap makanan yang disediakan Bundaku, Ayam Bakar Mbak Enok itu emang enak banget. Bisa nambah dua potong deh aku kalau makan ayam bakarnya. 

Covid merajalela

"Bun, udah tahun 2025 tapi virus Corona masih ada aja yah Bun, bukannya hilang tapi malah makin bermutasi. Sekarang semuanya berubah cepat ya bun. "

"Iya, mau gak mau Bunda gak boleh gaptek, karena sekarang semua sudah mulai online, belanja sayuran aja pake pesan lewat aplikasi, untung ada kamu Li, kalo gak Bunda dah gak tahu lagi deh gimana cara pesannya."

" Kan, ada Bi Fina, dia udah jago tuh Bun, pesen-pesen lewat online."

"Darimana kerennya Bi Fina, kemaren aja, Bunda minta beliin Ayam 1 kg, dibeliinnya 2 kg, kan uang Bunda pas beli 1 kg, untung ada kamu tuh bisa talangin dulu."

Kami tersenyum bersamaan, sejak pandemi 5 tahun yang lalu, sejak semua dilakukan di rumah saja, kami harus beradaptasi dan menjaga kesehatan tubuh kita, mengatur pola makan. Semua berubah, cara belanja dan cara berinteraksi dengan orang lain berubah total. Pertemuan di suatu tempat jarang dilakukan, gak ada gadget atau internet akan mati gaya, semua tergantung pada internet dan perangkat elektronik.

Awal pandemi usiaku 30 tahun. Ya, sekarang aku sudah 35 tahun. Pasti kamu bertanya kenapa di usia ini aku masih melajang. Hmh, aku gagal menikah, karena calon suamiku yang seorang dokter meninggal terkena virus covid-19, saat bertugas di wisma atlet. Kami sudah merancang pernikahan kami dengan penghulu dan kedua orangtua kami sebagai saksi, tapi belum tiba harinya, Geri divonis terkena sakit ini, kami tidak bisa bertemu selama dua minggu. Keadaannya semakin drop, hingga pada hari itu aku harus merelakan Geri.

Aku termassuk wanita yang tidak mudah move on dan menjalin hubungan. Hubunganku dengan Geri sudah 3 tahun, dia pacar pertama dan terakhirku. Entah aku malas membuka hati dan menjalin hubungan kembali sejak kehilangan Geri. Geri dan aku saling kenal di salah satu toko buku. Aku adalah penulis review buku, jadi hampir setiap hari aku bia pergi ke toko buku, mencari buku yang oke untuk di review, kadang aku menemukan buku itu sendiri atau bosku yang menyarankan untuk menulis review dari buku yang sedang best seller

Satu buku bisa kuhabiskan paling lama 3 hari, dalam kurun waktu itu, aku bisa melakukannya nonstop. Berbeda dengan orang Indonesia kebanyakan yang menghabiskan waktu senggang di rumahnya dengan menonton drama Korea atau beragam film yang di tawarkan oleh beragam aplikasi penyedia film seperti Netflix, Viu, Disney hotstar, Iflix dan banyak lainnya. Kadang aku berpikir mungkin 5 tahun lagi televisi nasional sudah tidak laku, karen aplikasi film ini, entahlah.

"Li, kamu diajakin Bapak ke rumah Om Heri besok,menghadiri lamaran anaknya. Gantiin Bunda ya, soalnya Iin mau kesini bawa anaknya."

"Wah ada pasukan bodrex mau kesini, ampun, buku-buku Lia harus diamanin nih, apalagi Jeri, masih belum ngerti bisa-bisa buku Lia habis dirobek-robek, padahal belum selesai di baca."

Panik, aku gak terlalu suka sama anak-anak. Hmmm, satu kewarasan yang masih dipertahankan di tahun ini, walaupun banyak buku aplikasi online, tapi buku yang dicetak tetap ada. Lumayan walaupun tidak dicetak sebanyak tahun-tahun sebelumnya, karena banyak toko buku yang mulai tutup. Banyak bangunan kosong yang ditinggalkan pekerjanya juga karena harus bekerja dari rumah menghindari pandemi.

"Duh, lagi pandemi kaya gini kok ngadain lamaran, gimana sih, kenapa gak ditunda aja deh."

"Hush, jodoh gak boleh ditunda-tunda. Mau teknologi sudah semaju apapun, manusia tetap harus berkembang biak."

"Buat apa? orang bakalan digantikan sama robot Bun, makin banyak yang gak punya pekerjaan. Malah nambahin populasi." Jawabku sambil merapikan meja makan dan mencuci piring. Aku mendengar Bunda mendengus lirih. " Gusti Allah, kasih jodoh yang baik buat anakku, biar mikinya bedo."

Kami sekeluarga orang Jawa, tapi udah lama tinggal di Jakarta, jadi gak terlalu Jawa banget gayanya, apalagi aku, cenderung cuek banget sama orang, kalau saudara datang, drama banget Bunda harus nyeret aku sampai bisa gabung di lantai satu minimal salaman sama bulik -paklik atau bude-pakde, setelah itu kalau mau masuk kamar lagi boleh. Malas banget ketemu mereka pasti ditanya kapan nikah? inget umur loh. Kaya gak ada bahasan lain, diskusi buku kek, kan jadi semangat ngobrolnya, iya gak.

Tahun 2025 semua rumah dipasangin penyaring udara, udara makin gak bagus karena vaksin gak berhasil melumpuhkan virus Corona. Jalan keluar rumah untuk ke rumah tetangga aja harus pakai baju lengkap kaya astronot saking buruknya udara di dunia. Dulu pemandangan ini cuma bisa dilihat difilm, tapi sekarang nyata di depan mata.

Kayla mengirim pesan ke aplikasi Whats App ku. 

" Tante, besok Kay dateng, kalo Tan pergi, kunci  lemari bukunya kasih ke eyang Bunda ya, jangan dibawa."

"Iya ceriwis, udah Tante titip sama eyang, sama kunci kamar tante nih, masuk sini gak boleh ajak Jeri ya, awas kalo melanggar tante gak kasih, privilege lagi."

"Siap bos ceriwis."

Kalo anak itu di depan mata udah abis aku cubit pipinya, saking aja gak ada di depan mata.

Keesokan harinya aku nemenin Bapak ke acara lamaran anaknya Om Heri. Pasukan Bodrex belum datang. Kunci kamar dan lemari buku sudah ku titipkan sama bunda. Seperti biasa kalau pergi sama anaknya Bapak gak akan mau nyetir. Setelah lengkap perlengkapan keluar rumah, baru deh kita pergi menaiki mobil. Di mobil kita dilarang melepas perlengkapan kesehatan,wajib pakai, untungnya sekarang bagian dalam pakaian sudah dimodifikasi menjadi lebih adem dan ada AC di dalamnya.

Sampai dirumah Om Heri sudah ada beberapa tamu disana, ah kenapa ada Momo di situ, ada urusan apa datang kesini. Ingatanku kembali ke 10 tahun silam. Aku dan Momo bersahabat sangat dekat semua orang menganggap kami berpacaran, aku hanya merasa nyaman saja bermain dengan Momo yang sama-sama menyukai membaca buku fiksi yang lumayan rumit. Kami sama-sama berkomitmen untuk bersahabat selamanya, tapi akhir tahun kedua kebersamaan kita, Momo mencuri cium aku. Aku kaget dan sampai saat ini kita loose contact.

Aku berusaha menghindari bersitatap dengan Momo. Semoga Momo, gak melihat aku yang sedang menghindarinya. Bruk, aku menabrak anak kecil, anak kecil itu menangis kencang, duh aku paling malas berhubungan dengan anak kecil, tapi apa boleh buat, anak itu menangis kencang sekali. Sebelum geger semua orang yang ada di rumah Om Heri aku gendong anak kecil itu.

"Nala, kenapa sayang, sini sama Papah, Mama mana sayang."

Aku menyerahkan anak kecil itu ke laki-laki yang menyebut dirinya Papah. Saat itu, hampir saja anak itu terlepas dari peganganku, karena Papah anak kecil itu adalah Momo.

"Lia..."

"Momo..."

Kami berdua saling canggung, saat Momo ingin mengatakan sesuatu, datang seorang wanita, yang disambut ceria oleh anak itu.

"Mama...."

Momo pergi menghampiri istrinya dan meninggalkanku yang terpana. Hmmm, Momo sudah bahagia. Ternyata Momo maasih keluarga dari calon istri adik sepupuku. Dunia sempit banget, aku merutuk dalam hati.

Selesai acara, Bapak langsung mengajakku pulang, karena terlalu lama di luar tidak baik untuk kesehatan lansia seperti bapak. Aku bersyukur, karena aku gak akan lama bertemu Momo. 

Sampai dirumah, si ceriwis Kayla masih ada, terbukti dengan Jeri yang menghambur ke depan pintu menyambutku. Entah deh, padahal aku gak pernah mau main sama Jeri, tapi kata mba Iin kakakku aku paling diingat kalau mau main kerumah Eyangnya. Mungkin karena Aku yang paling cuek dan galak sama Jeri kalau dia sudah pegang buku-bukuku ya.

Setelah menyerahkan Jeri pada mba Iin dan ngobrol sebentar seputar lamaran Nala anak om heri tadi, aku bergeas mandi dan masuk kamarku, lagi ngapain nih si ceriwis.

"Assalammualaikum, ada penghuni barunya nih kamar sekarang."

"Haha, wassalammualaikum, iya lebih cantik, baik hati dan solehah daripada pemiliknya yang dulu yak."

Emang anak ini suka gak tahu diri, kadang terlalu dewasa gak kaya anak seumuran dia.

"Te, Kay dikasih akun Netflix dong sama Ibu, tapi masa akunnya buat anak-anak, ngeselin banget, Kay kan udah 17 tahun ya, berarti kan udah masuk dewasa."

Ku pukul halus anak ini pakai bantal Doraemon kesayanganku.

"Mau tante bilangin sama ibu biar di batalin aja pembayaran berlangganannya? Jadi kamu gak bisa nonton apa2?"

" Wah jangan dong te, ember nih, kan aku cuma lagi curhat aja." Ucapnya sambil melotot.

"Lagi baca buku apa?"

"Ini te, bukunya Dan Brown, lagi jadi buah bibir di sekolahku. Beberapa guru melarang kami baca buku ini, tapi menurutku sih semakin dilarang, jadi makin penasaran. Makanya aku seneng banget nih pas Ibu ajak kerumah eyang Bunda, pasti tante Lia punya  buku yang lagi dilarang beredar di sekolah."

"Lah, kenapa bukunya dilarang?"

" Katanya ngajarin orang jadi atheis. Kalo menurutku bukunya jelek nih, harusnya dilarang karena isinya gak meaningfull, bukan karena ngajarin atheis."

"Idih gaya banget deh kamu, emang udah baca sampe habis?"

"Dikit lagi sih, tapi aku capek nih bacanya, karena aku jadi selalu membantah tulisan di novel ini, karena terlalu imajinasi."

"Kok bisa? "

Aku paling suka nih kalo sudah berdiskusi dengan Kayla, dia sekolah di salah satu sekolah islam bertaraf Internasional di Jakarta Selatan. Pantas saja kalau dia lebih dewasa dari usianya. Buku bacaannya lebih banyak dari aku sang penulis review. Kayla bisa membaca buku lebih cepat dari aku. Bukan sekadar cepat, tapi benar-benar memahaminya. Beberapa kali dia belanja online buku novel yang teksnya bahasa inggris, aku sih males deh bacanya. 

" Coba deh sekarang tante pikir. Kita belum kiamat, sampai kapanpun, mesin gak akan bisa gantiin kita, kitanya aja yang harus berinovasi lebih pintar. Robot buatan manusia, pasti ada keterbatasannya. Manusia gak ada batasannya. Sampe sekarang Kayla belum pernah nemu artikel cerita kalau robot bisa melahirkan tuh."

Bener juga anak ini, kadang pikirannya memang cemerlang seperti namanya Kayla Cemerlang Putri Indrajaya. Kata keempat dari nama Kayla adalah nama gabungan dari Ibu dan bapaknya. 

"Apa hubungannya sama atheis Kay?"

"Aduh, tante pinter amat sih, mereka tuh berpikir untuk jadi atheis alias gak punya Tuhan, karena mereka pikir, mereka sebagai saintis bisa menjadi tuhan, menciptakan makhluk baru, padahal akan ada satu titik dimana para ilmuwan ini gak bisa handle semuanya, cuma allah aja. Terus yah, manusia itu makhluk sosial, jadi selama saling membantu tidak akan ada masalah apa-apa.

" Apa sih nih anak ngelantur ke makhluk sosial."

" Iya dong, kaya teknologi buatan Obi pacar aku, dia bikin alat komunikasi teleportasi ala-ala, yang bisa seakan-akan menghadirkan diriku disebelahnya pas lagi ngobrol."

"Wah kamu gak boleh bugil nih, nanti yang terpancar juga lagi bugil ya?"

"Duh, tante please deh fokus. Intinya semua teknologi yang dibuat itu bukan untuk menyusahkan manusia, tapi untuk memudahkan dalam segala hal, termasuk bersosialisasi. Jadi kalo menurutku sih atheis memang pilihan, tapi disayangkan banget kalau pilih atheis, karena di Indonesia aja ada 5 agama, dari ke-5 agama itu pilih deh mau Tuhan apa, memangnya gak pengen berdoa ya? Kalau bukan berdoa pada Tuhan, pada siapa lagi?binatang? tumbuhan? mata air?balik lagi dong kaya jaman animisme. Benda mati ? balik lagi dong kaya jaman dinamisme. Makanya diutus nabi ke dunia tuh supaya, manusia di muka bumi beribadah sama Tuhannya."

Aku terdiam cukup lama, apa yang di ucapkan tadi bener juga, gak ada yang salah, tapi apakah menjadi atheis itu salah?

"Te, kenapa, gak terima yah sama penjelasanku? Jadi ahteis itu gak salah, balik lagi ke pilihan masing-masing, aku sebagai umat beragama hanya berusaha memberitahu kalau Tuhan itu ada. Manusianya aja yang keblinger dalam pembuatan ilmu pengetahuan. Daya ilmu manusia belum ada seberapanya dibanding alam semesta te. Selama planet masih berputar diorbitnya, matahari terbit dari timur, tenggelam di Barat. Kemajuan teknologi sekeren apapun, gak bakalan bertahan, kalau gak bermanfaat untuk orang lain untuk apa dibuat.  Udah ah, Kay mau sholat dulu nih, mau ikut ga? Mau curhat dan doa sama Tuhan saya."

Aku tersentak, sudah 11 hari aku meninggalkan sholat, sudah macam atheis yang tak beragama. Aku sholat berjamaah bareng si ceriwis, hatiku plong, aku merasa ada air yang mengguyur hatiku yang gelisah belakangan ini. Tentang kemajuan teknologi, kebingungan tentang kenapa orang jadi atheis, kebingunganku soal belum dapet jodoh. Ah Kayla, ku kecup keningnya, sambil berucap lirih " Makasih ya, ponakan tante yang cerdas, solehah dan keren."

Iya dong aku kan anak angkatan "duaribu dupulu lima".

 

Komentar